Untuk seseorang disana, siapa saja.
Namun salahkah aku, bila ku pendam rasa ini?
Selasa
malam. Seharusnya sekarang aku memfokuskan diriku pada ulangan Kimia besok.
Tentang bagaimana mengubah entalpi reaktan menjadi entalpi produk. Atau tentang
bagaimana menghapalkan berbagai rumus perubahan energi yang menggunung itu. Atau
apapun –yang seharusnya ku pikirkan sekarang. Bukan memikirkan pesan singkatmu
tadi.
Entah dan entah, semuanya terjadi
begitu saja. Ia hanya berkelebat –kemudian berdebat tentang apa yang harus ku
perbuat. Aku kira perasaanku ini hanya sekedar kekaguman terhadap bakatmu saja,
tapi ternyata aku salah. Perasaanku terlalu dalam, hingga menimbulkan air mata
yang jatuh diam-diam.
Aku tak mengerti, mengapa ini bisa
terjadi. Aku bahkan tak menyangka bagaimana kau bisa bermuka dua. Pantas saja,
kemarin aku melihat matamu berbicara bahwa kau sedang lelah. Lalu tadi, kau tak
menemuiku seperti biasanya. Kau berubah. Dan ini semua karena dia. Dalam waktu
yang tak lama.
Aku kecewa tapi itu tak dapat
merubah segala rasa yang ada. Ah, mengapa harus selalu seperti ini? Ketika aku
tak pernah merasakan indahnya dicintai dan mencintai. Selalu sakit. Selalu air
mata. Selalu dan selalu seperti ini alurnya. Ingin menyalahkan siapa jika sudah
seperti ini? Tuhan? Tidak mungkin. Terkadang aku berfikir, sebenarnya Dia sudah
memberiku peringatan tapi aku tak mau mendengar. Inikah pembalasan-Nya? Tapi
bukankah cinta seperti itu? Mengikuti kata hati. Walaupun harus makan hati
sendiri.
Memangnya, hakikat cinta itu seperti
apa? Bahagia? Terluka? Suka? Atau duka? Haruskah jika aku yang merasakan
hakikat cinta yang terluka dan tak pernah ada suka? Dulu sebelum menyukaimu –saat
aku menyukai orang lain, aku selalu memendam perasaan cemburu. Sekarang ketika
sudah menyukaimu aku juga memendam perasaan yang sama.
Aku tak suka jika kau masih terikat
oleh masa lalumu. Aku tau setiap orang memang berhak terhadap masa lalunya.
Tapi hidup terus berjalan, kau tau? Dan berjalan itu ke depan, bukan ke
belakang. Tak bisakah kau lihat perjuanganku untukmu sekarang? Tak bisakah kau
melupakan dia dan coba mencintaiku? Tak bisakah kau membuat aku dan kamu
menjadi kita? Sesulit apakah memulai cinta baru bagimu? Aku saja sudah
melepaskan masa laluku kemudian mencoba mencintaimu, tapi mengapa kau tak
memberi reaksi yang sama?
Cinta tak memaksa. Ya aku tau itu.
Tapi sampai kapan? Haruskah aku pergi dahulu dari hidupmu, kemudian kau baru
menyadari keberadaanku? Terlalu banyak pertanyaanku sampai-sampai tak ada yang
bisa kau jawab.
Mendekatlah. Coba hargai
keberadaanku. Tak ingatkah kau dulu bagaimana masa lalumu menyakiti hatimu?
Mengapa masih terus kau perjuangkan? Lebih baik melihatku lalu menjalani cinta
baru, bukan? Aku tak pernah berjanji untuk menghapus lukamu. Tapi yang ku tau,
aku akan menutupi lukamu dengan caraku sendiri. Membuatmu bahagia. Selamanya.
Selasa, 13
Nopember 2012
20:17
cinta yang sesungguhnya adalah membiarkan orang yang kita cintai bahagia, walaupun artinya dia tak bersama kita, dan melukai hati kita
BalasHapus