RAIN FALL
Selalu
ada alasan bagi setiap hati yang bertahan
Namanya Erika. Siswi sekolah tingkat
atas yang sebentar lagi akan melepas seragam putih abunya. Ia pintar, pandai
berbicara, dan terkenal. Tak hayal banyak laki-laki yang mengincarnya –dan sayangnya,
Erika tetap pada pilihan hatinya: laki-laki itu.
Namanya Leo. Siswa sekolah tingkat
atas yang setahun lagi menyelesaikan proses belajarnya. Lain dengan Erika, Leo
bersifat penyendiri. Ia jarang terlihat mengobrol dengan teman sebayanya –Leo
lebih suka berlari mengejar imajinasinya lantas kemudian bersembunyi di balik
kata-kata. Sayangnya, Leo tak pernah tahu bahwa ada seseorang yang selalu ingin
menemaninya.
“Gak bosen emang bertahan pada dia
yang bahkan tak tahu keberadaanmu?” suatu kali –ketika Erika sedang diam-diam
mengamati Leo– hatinya berbisik.
Erika ingin menggeleng tapi tenaga
tak mendukungnya sama sekali. Ia hanya menunduk, mendengarkan keluhan hatinya
yang terkutuk.
“Apa yang mau kamu harapkan dari
seseorang yang selalu kau pandang dalam diam?” hatinya mendengus, “kamu cantik
Erika. Ada yang lebih pantas mendapatkan hatimu itu!”
“Cinta tak perlu alasan, bukan?”
Erika mulai memberontak. Walaupun sebenarnya, membohongi hatinya sendiri adalah
pekerjaan yang mustahil ia akan menang.
“Selalu ada alasan bagi setiap hati
yang ingin dimiliki,”
Erika kini mengangguk, membenarkan
kata hatinya. ia menyukai laki-laki itu dalam diam, dan itulah alasan mengapa
dirinya bertahan.
“Kapan mau merelakan dia?”
Bodoh. Mengapa hatinya bertanya
seperti itu? “Terkadang, kita harus memperjuangkan apa yang harus di
pertahankan. Dan bertahan tak harus melulu mendapatkan kebahagiaan,” jawab
Erika.
“Tapi kamu memperjuangkan dia?! Ah
bodoh! Melihatmu saja dia tidak. Bagaimana ingin menghargai perjuanganmu itu?”
Erika ingin menangis sekarang, saat
hatinya benar-benar memberontak. Saat hatinya menyuruhnya untuk melihat orang
lain yang “lebih pantas” dia perjuangkan. Tapi bagaimana jika dirinya sendiri
bertahan pada alasan yang sama?
“Jangan buang waktumu, Erika...”
hatinya berkata. Lirih sekali.
Erika hanya beranjak. Tak ingin lagi
berdebat.
“Kak Rika!” seseorang memanggilnya.
Erika menoleh kebelakang dan
terbelalaklah dia. Lensanya memotret senyum manis Leo lengkap dengan tindakan
Leo yang sangat sederhana: “ini jangan ditinggal-tinggal. Nanti kalau hilang,
nyesel loh.” Katanya seraya menyerahkan sebuah i-Pod milik Erika.
“Makasih, Leo.” Hanya itu responnya.
Ia sedang mengatur degup jantungnya sendiri yang bisa saja terdengar oleh Leo
karena terlalu kencangnya.
Dari tempatnya, Leo mengangguk
sambil tersenyum kikuk. Ia sedang mengatur degup jantungnya sendiri ketika
berad dengan Erika seperti ini. Leo bahkan lupa kapan terakhir kali hatinya
susah di atur begini.
Kemudian mereka berpisah: Leo kembali ke perpustakaan dan
Erika ke kelas. Tanpa mereka sadari, kedua hati mereka ikut tersenyum. Pada
dasarnya, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi senlanjutnya pada hati
yang (ternyata) diam-diam saling mengagumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar